Aku bukan orang yang suka berbicara berputar-putar.
Aku percaya kejujuran adalah bentuk tertinggi dari rasa hormat.
Setiap kalimat yang keluar dariku hampir selalu punya niat baik di belakangnya —
kadang ingin meringankan beban orang lain, kadang ingin menjaga agar tak ada yang salah langkah.
Namun dunia tak selalu mendengar dari niat.
Banyak yang menangkap dari bunyi kata, bukan dari maknanya.
Dan di situlah sering aku berdiri: antara keinginan untuk dipahami dan kebutuhan untuk diam
Aku berbicara dengan logika yang lahir dari empati.
Aku menjelaskan karena aku peduli, bukan karena ingin membela diri.
Aku memilih kata-kata yang jelas, karena bagiku kejelasan adalah bentuk kasih.
Tapi terkadang, kejujuranku terdengar dingin di telinga yang mudah tersinggung.
Terkadang, kehati-hatianku tampak seperti jarak di mata yang haus kehangatan.
Maka aku belajar: bukan semua orang siap mendengar kebenaran dengan nada tenang.
Seringkali aku disalah pahami bahkan sering oleh orang terdekatku, contoh alm.ibuku. Ketika itu akan mencoba menjelaskan —
bukan untuk menang, tapi agar niatku tak hilang arah.
Namun bila penjelasan pun hanya memunculkan tembok,
aku tahu kapan harus berhenti.
Aku diam bukan karena menyerah.
Aku diam karena aku mencintai kedamaian lebih dari pembuktian.
Dan dalam diam itu, aku menyusun ulang hatiku,
agar tidak mengeras oleh rasa kecewa.
Terkadang...
Aku ingin ada satu orang saja
yang mampu membaca maksudku tanpa banyak kata —
yang mendengar dari ketulusan, bukan dari nada.
Aku ingin bisa berbicara dengan orang yang tidak buru-buru menilai,
yang bisa duduk bersamaku dalam jeda,
dan tahu: kadang diamku juga adalah bentuk kasih.
Tapi ya itu harapan...
Jika mungkin suatu hari anak-anakku pun akan salah paham pada maksudku.
Mungkin mereka akan menilai tindakanku tanpa sempat tahu isi niatnya.
Aku hanya berharap semoga mereka selalu merasakan satu hal yang pasti:
bahwa semua yang kulakukan berasal dari cinta.
Aku tak butuh mereka memahami setiap kalimatku.
Cukuplah mereka merasa aman di bawah cintaku.
Dan inilah Pengingat untuk Diriku :
Tidak semua orang akan memahami,
tapi aku masih bisa mencintai mereka dengan cara yang bisa mereka pahami.
Kejujuranku bukan kelemahan.
Ketenanganku bukan jarak.
Dan diamku bukan kekosongan —
ia adalah bentuk kebijaksanaan yang lahir dari luka yang pernah disalahpahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar